Photo by: Donny Indrawira
Written by: Yudistira Wiranata


                Kawasan Palembang hari itu sangat cerah sekali, teriknya matahari yang perlahan membakar kulit tidak menyurutkan niat kami untuk menjelajahi kota tercinta ini. Di siang itu dengan menggunakan kendaraan bermotor kami mencoba menyusuri jejak peninggalan jepang yang ada di kota Palembang. Awal perjalanan ini kami mulai dari kawasan Plaju, tepatnya di jalan Pertahanan lorong Sikam. Setelah memasuki lorong tersebut, sekitar 700 meter kami menemukan bangunan tua yang masih terlihat kokoh. Bangunan dengan dinding yang berwana biru serta pintu dan jendela yang berwarna coklat tersebut adalah bangunan yang dulunya digunakan sebagai Barak oleh tentara Jepang. Hingga saat ini, bangunan tersebut masih sangat kokoh berdiri, dengan dinding dari setiap sisi bangunan yang sangat tebal di rancang untuk tahan terhadap serangan dari tentara lawan. Kini bangunan tersebut telah menjadi rumah huni yang dikontrakan untuk umum. Menurut warga sekitar, sejak tahun 1985 bangunan tersebut sudah menjadi rumah kontrakan. Sayangnya pada saat kami disini kami tidak menjumpai pemilik bangunan tersebut sehingga kami tidak mengetahui asal usul bangunan tersebut bisa menjadi milik pribadi.






Gambar 1.  Barak peninggalan tentara jepang pada perang dunia ke II yang sekarang sudah di alih fungsikan menjadi rumah yang dikontrakan oleh pribadi.
               
Tak jauh dari Barak peninggalan tentara Jepang tersebut terdapat sebuah bangunan yang menurut warga sekitar dulunya merupakan sebuah ruang tahanan dan tempat penyiksaan Romusha atau pekerja paksa. Bangunan ini merupakan saksi bisu kekejaman para tentara Jepang. Sayangnya bangunan tersebut kini telah menjadi tempat pembakaran sampah oleh warga sekitar, itu tebukti dengan langit-langit dinding yang telah mengitam akibat terbakar.


Gambar 2. Bekas tempat penggantungan dan penyiksaan Romusha yang tidak terawat dan dijadikan tempat pembakaran sampah oleh warga sekitar. Terdapat tiga buah besi gantungan di langit-langit bangunan yang digunakan untuk menggantung dan menyiksa para Romusha.

                Berlanjut ke bangunan lain sisa peninggalan tentara Jepang, menuju sebuah lorong yang tak jauh dari Barak terdapat sebuah bangunan yang keadaannya sudah hancur. Bangunan tersebut dulunya adalah sebuah Bunker Anti Aircraft Artillery. Bangunan ini sendiri berfungsi sebagai pengintai pesawat udara musuh yang dilengkapi dengan senjata mesin sehingga memungkinkan tentara Jepang untuk menembak jatuh pesawat musuh yang terbang di atasnya. Menurut warga sekitar terdapat kurang lebih 6 bunker Anti Aircraft Artillery dengan jarak dari satu bunker ke bunker lainnya adalah 50 meter. Namun dari ke 6 bunker tersebut, hanya ada 3 bunker yang bisa kita kunjungi keadaan bunker tersebut tidak ada yang utuh, bahkan ada bunker yang telah di timbun dan dijadikan bangunan rumah oleh warga.






      Gambar 3. Bunker pertahanan Anti Aircraft Artirelly (anti pesawat udara) milik tentara jepang yang terletak di depan halaman rumah warga.

                Setelah puas berkeliling mencari sisa-sisa peninggalan Jepang di kecamatan Plaju, di sore yang teduh kami memacu kendaraan bermotor menuju bangunan sisa peninggalan Jepang yang terletak di samping RSK Charitas dan bersebrangan dengan Bank Indonesia jalan Jendral Sudirman ini. Bunker ini merupakan bunker utama pertahanan tentara Jepang. Seperti bunker-bunker yang lain, bunker ini di dirikan sangat kokoh oleh tentara jepang untuk menahan gempuran dari pihak musuh. Dinding setebal 30 cm ini menjadi tembok yang aman untuk berlindung dari serangan musuh. Pada bunker ini juga terdapat ruang bawah tanah, sayangnya kami tidak dapat masuk ke dalam karena pintu yang menuju ruangan tersebut dikunci oleh si pemilik tanah. Sekedar informasi, tanah tempat berdirinya bunker ini merupakan tanah milik pribadi, jadi jika kita ingin melakukan kegiatan di dalam bunker tersebut kita harus meminta izin kepada si pemilik tanah. Ia tinggal tepat di depan bangunan bunker tersebut. Namun sayangnya, pada saat kami melakukan dokumentasi ini si pemilik tanah sedang tidak ada dirumah. Berdasarkan info yang kami dapat, bunker tersebut telah dijadikan tempat budidaya burung wallet oleh si pemilik tanah. Selain itu, di sisi bangunan ini terdapat sebuah bangunan persegi empat dengan tinggi sekitar 2 meter yang didalamnya terdapat tangga menuju kebawah tanah, tangga tersebut tampaknya langsung terhubung ke bagian bawah bangunan utama. Bangunan tersebut ditutupi oleh semak belukar sehingga kami tidak dapat memasuki terowongan tersebut karena terlalu beresiko, mungkin terdapat hewan liar seperti ular atau apapun hewan yang dapat membahayakan kami.
  




Gambar 4.  Bunker utama pertahanan tentara Jepang yang terletak di jalan jendral sudirman, bersebelahan dengan RSK Charitas.
    


Gambar 5. Terdapat sebuah tangga yang menuju ke bawah tanah, tangga ini terletak tepat di sebelah bunker utama pertahanan Jepang.

Setelah selesai melihat-lihat bunker utama pertahan Jepang ini, kami berlanjut mencari sisa-sisa peninggalan Jepang di KM 5, tepatnya di belakang pasar tradisional KM 5 di jalan AKBP H. Umar , kelurahan Ariokemuning Palembang. Disini juga terdapat sebuah bunker pertahanan tentara jepang sewaktu Perang Dunia ke II. Pada bunker Jepang yang satu ini terdapat sebuah terowongan sepanjang 10 meter, terowongan tersebut langsung menuju ke bangunan utama bunker ini. Gelap, lembab, dan terdapat sejumlah tumpukan sampah, itulah deskripsi ketika berada di dalam bangunan ini. Sebenarnya terdapat 2 terowongan yang sama, sayangnya terowongan tersebut telah hancur sehingga hanya terdapat sebuah terowongan saja.